ESA POKER - SKB Pedoman Implementasi UU ITE Ditandatangani, Mahfud MD Berharap Beri Perlindungan pada Masyarakat. Foto : (Super Radio/Niena Suartika)
Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Kapolri, dan Jaksa Agung telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Diharapkan penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir, dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat, sembari menunggu rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam amandemen Prolegnas Prioritas 2021.
Petunjuk teknis yang ada seperti Surat Edaran Kapolri atau Pedoman Kejaksaan Agung dapat terus diterapkan.
“Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD usai menyaksikan penandatanganan di kantor Kemenko Polhukam RI, dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).
Pemerintah menyetujui revisi terbatas UU ITE
Pada prinsipnya, menurut Mahfud, menanggapi suara-suara masyarakat bahwa UU ITE seringkali memakan korban, karena dianggap mengandung pasal karet dan terkadang mengarah pada kriminalisasi, termasuk diskriminasi. Karena itu, pihaknya mengeluarkan dua keputusan, yakni revisi terbatas dan pembuatan pedoman pelaksanaan.
“Di tengah suasana pandemik yang meningkat, kami tetap melaksanakan tugas kenegaraan dan tata pemerintahan, tadi kami berempat, saya Menko Polhukam, Menkominfo, kemudian Jaksa Agung, kemudian Kapolri, menindaklanjuti keputusan rapat kabinet internal 8 Juni 2021 kemarin, yang memutuskan tentang: satu, rencana revisi terbatas UU ITE, kemudian yang kedua tentang pedoman implementasi beberapa pasal UU ITE, Pasal 27, 28, 29, 36," kata Mahfud.
Mahfud juga menegaskan, suara atau aspirasi masyarakat masih bisa diteruskan saat dibahas di DPR atau sedang diproses di Kementerian Hukum dan HAM.
Penyelesaian perkara yang terkait dengan UU ITE diharapkan dapat dilakukan dengan cara restorative justice
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate juga berharap pedoman pelaksanaan tersebut dapat mendukung upaya penegakan UU ITE sebagai ketentuan khusus norma pidana atau lex specialist yang mengutamakan penerapan restorative justice.
Sehingga, lanjut Plate, penyelesaian masalah terkait UU ITE bisa dilakukan tanpa harus melalui mekanisme peradilan.
“Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remedium atau pilihan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum. Pedoman penerapan ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundangan lain, terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Pedoman penerapan ini merupakan lampiran dari surat keputusan bersama yang tadi ditandatangani, mencakup delapan substansi penting pada pasal-pasal UU ITE,” kata Johnny usai penandatanganan.
Lampiran SKB Pedoman Pelaksanaan UU ITE
Berikut lampiran Pedoman SKB Pelaksanaan UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
b. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1)Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2)Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3)Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4)Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5)Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
d. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
e. Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.
f. Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.
g. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.
h. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.
Tindak lanjut dari penandatanganan SKB ini akan dilakukan sosialisasi secara masif dan berkesinambungan kepada aparat penegak hukum.
0 Komentar